Sumpah
pocong yang konon merupakan tradisi masyarakat pedesaan adalah sumpah yang
dilakukan oleh seseorang dengan kondisi terbalut kain kafan layaknya orang yang
telah meninggal.
Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.
Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam
dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (mesjid). Di dalam
hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti
ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan
norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau
kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali.
Di dalam sistem pengadilan Indonesia, sumpah ini dikenal
sebagai sumpah mimbar dan merupakan salah satu pembuktian yang dijalankan oleh
pengadilan dalam memeriksa perkara-perkara perdata, walaupun bentuk sumpah
pocong sendiri tidak diatur dalam peraturan Hukum Perdata dan Hukum Acara
Perdata. Sumpah mimbar lahir karena adanya perselisihan antara seseorang
sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat, biasanya berupa
perebutan harta warisan, hak-hak tanah, utang-piutang, dan sebagainya.
Dalam
suatu kasus perdata ada beberapa tingkatan bukti yang layak diajukan, pertama
adalah bukti surat dan kedua bukti saksi. Ada kalanya kedua belah pihak sulit
menyediakan bukti-bukti tersebut, misalnya soal warisan, turun-temurunnya
harta, atau utang-piutang yang dilakukan antara almarhum orang tua kedua belah
pihak beberapa puluh tahun yang lalu. Bila hal ini terjadi maka bukti ketiga
yang diajukan adalah bukti persangkaan yaitu dengan meneliti rentetan kejadian
di masa lalu. Bukti ini agak rawan dilakukan. Bila ketiga macam bukti tersebut
masih belum cukup bagi hakim untuk memutuskan suatu perkara maka dimintakan
bukti keempat yaitu pengakuan. Mengingat letaknya yang paling akhir, sumpah pun
menjadi alat satu-satunya untuk memutuskan sengketa tersebut. Jadi sumpah
tersebut memberikan dampak langsung kepada pemutusan yang dilakukan hakim.
Sumpah ada dua macam yaitu Sumpah Suppletoir dan Sumpah
Decisoir. Sumpah Supletoir atau sumpah tambahan dilakukan apabila sudah ada
bukti permulaan tapi belum bisa meyakinkan kebenaran fakta, karenanya perlu
ditambah sumpah. Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan
sumpah decisoir atau sumpah pemutus yang sifatnya tuntas, menyelesaikan
perkara. Dengan menggunakan alat sumpah decisoir, putusan hakim akan
semata-mata tergantung kepada bunyi sumpah dan keberanian pengucap sumpah. Agar
memperoleh kebenaran yang hakiki, karena keputusan berdasarkan semata-mata pada
bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong . Sumpah pocong
dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada pengucap sumpah untuk tidak
berdusta.