Jauh sebelum Cheng Ho
dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah melintasi sepertiga bola
dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi orang-orang China sudah
mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil
sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas.
Dalam catatan perjalanan keagamaan
I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan
disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu
menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.
Pelaut Portugis yang menjelajahi
samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto dalam buku Da Asia, terbit
tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar sampai ke Tanjung
Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. ‘Mereka mengaku keturunan Jawa,’ kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata ‘Jung’ digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibnu Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang Jawa. ‘Mereka mengaku keturunan Jawa,’ kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata ‘Jung’ digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibnu Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung Nusantara memiliki
empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan
tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600
ton, melebihi kapal perang Portugis.
Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.
10 Teknologi Tinggi Milik Nenek Moyang Bangsa Indonesia.
Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.
10 Teknologi Tinggi Milik Nenek Moyang Bangsa Indonesia.
Di zaman dahulu kala, para nenek
moyang kita sudah menemukan banyak penemuan yang terbilang canggih. Tetapi
sayang sekali banyak orang Indonesia sendiri tidak menyadarinya.